Kekuatan militer China di Asia Tenggara, khususnya di Laut China Selatan (LCS), telah menjadi sorotan global karena modernisasi angkatan bersenjatanya dan klaim teritorial yang agresif. Dengan anggaran pertahanan $296 miliar pada 2024 (kedua terbesar setelah AS), China memperkuat armada laut, udara, dan teknologi militer seperti kapal induk dan rudal hipersonik. Bagi negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam, pertanyaan utama adalah: apakah ini ancaman terhadap stabilitas regional atau strategi pertahanan sah untuk kepentingan nasional China? Memahami dinamika ini penting, dan menguasai bahasa Mandarin dapat membantu menavigasi hubungan dengan China.
Kekuatan Militer China: Gambaran Umum
China, melalui People’s Liberation Army (PLA), telah menjalani modernisasi sejak 1990-an, dengan fokus pada:
- Angkatan Laut (PLAN): Armada terbesar dunia dengan 370 kapal (2024), termasuk kapal induk Liaoning, Shandong, dan Fujian (diluncurkan 2022). Kapal selam Type 094 membawa rudal balistik JL-3.
- Angkatan Udara (PLAAF): 2.800 pesawat, termasuk jet siluman J-20 dan drone GJ-11, dengan fokus pada proyeksi kekuatan di LCS.
- Rudal dan Teknologi: Rudal hipersonik DF-17 dan sistem anti-akses/area-denial (A2/AD) di pulau-pulau buatan Spratly dan Paracel.
- Pangkalan Luar Negeri: Pangkalan di Djibouti (2017) dan potensi pangkalan di Kamboja (Ream Naval Base) memperluas kehadiran regional.
Tujuan utama China adalah melindungi kepentingan nasional, termasuk jalur perdagangan LCS (30% perdagangan global) dan sumber daya seperti minyak/gas, serta menegaskan klaim Nine-Dash Line.
Strategi Militer China di Asia Tenggara
China memperkuat kehadirannya di Asia Tenggara melalui:
- Militerisasi LCS: Membangun pulau buatan di Spratly dan Paracel, dilengkapi landasan pacu, radar, dan peluncur rudal. Contoh: Mischief Reef memiliki fasilitas militer sejak 2015.
- Patroli dan Insiden: Kapal Penjaga Pantai China (CCG) sering memasuki ZEE negara ASEAN, seperti Laut Natuna Utara (Indonesia) dan Scarborough Shoal (Filipina). Insiden 2020 di Natuna melibatkan 50 kapal China.
- Latihan Militer: PLA menggelar latihan di LCS, seperti pada Juli 2024, dengan kapal induk Shandong, menunjukkan kemampuan proyeksi kekuatan.
- Kerjasama Militer: China meningkatkan hubungan dengan Kamboja dan Laos melalui pelatihan dan penjualan senjata, seperti drone ke Myanmar.
- Soft Power Militer: Pelatihan 2.000 perwira ASEAN setiap tahun dan bantuan kapal patroli ke Malaysia (2023).
Perspektif: Ancaman atau Pertahanan?
Ancaman bagi Asia Tenggara
- Kedaulatan: Klaim Nine-Dash Line tumpang tindih dengan ZEE Indonesia (Natuna), Vietnam, Filipina, dan Malaysia, mengancam hak atas sumber daya. Contoh: Penangkapan ikan ilegal China merugikan nelayan lokal hingga $700 juta per tahun di ZEE ASEAN.
- Stabilitas Regional: Militerisasi LCS meningkatkan risiko konflik, terutama dengan AS dan sekutunya (Jepang, Australia). Latihan militer AS di LCS (2024) memicu ketegangan.
- Ketergantungan Ekonomi: Negara ASEAN bergantung pada perdagangan melalui LCS ($3,4 triliun per tahun). Eskalasi konflik dapat mengganggu rantai pasok, memengaruhi ekspor Indonesia seperti batu bara.
- Pengaruh Politik: Kerjasama militer China dengan Kamboja dan Laos dapat melemahkan konsensus ASEAN, seperti dalam negosiasi Code of Conduct (COC).
Pertahanan bagi China
- Keamanan Energi: China mengimpor 70% minyaknya melalui LCS. Pangkalan dan patroli melindungi jalur ini dari ancaman seperti perompakan atau blokade AS.
- Kepentingan Ekonomi: LCS menyimpan cadangan minyak 11 miliar barel dan gas 190 triliun kaki kubik, penting untuk industri China.
- Kedaulatan Historis: China mengklaim LCS berdasarkan Nine-Dash Line, yang dianggap sah secara historis, meskipun ditolak oleh UNCLOS 1982 dan putusan Arbitrase 2016.
- Respons terhadap AS: China melihat kehadiran militer AS di Asia Tenggara (latihan AUKUS, pangkalan di Filipina) sebagai ancaman. Modernisasi PLA adalah respons defensif.
Dampak Khusus bagi Indonesia
Meskipun Indonesia bukan pengklaim di LCS, dampaknya signifikan:
- Laut Natuna Utara: Insiden kapal China di ZEE Indonesia (2016, 2020, 2024) memicu respons TNI AL dan Bakamla, seperti pengusiran kapal CCG pada Oktober 2024.
- Ekonomi: Gangguan di LCS dapat menaikkan biaya logistik, memengaruhi ekspor Indonesia ke China (30% dari total ekspor, $65 miliar pada 2023).
- Keamanan: Indonesia meningkatkan anggaran pertahanan ($9 miliar pada 2024) untuk patroli Natuna, mengurangi dana untuk sektor lain.
- Diplomasi: Indonesia mendorong COC dan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific, tetapi pernyataan kontroversial tentang “pengembangan bersama” dengan China pada 2024 memicu kekhawatiran.
Respons Indonesia dan ASEAN
- Indonesia: Memperkuat pangkalan militer di Natuna, menggelar latihan dengan Jepang (2020) dan AS (2024), dan menegaskan kedaulatan melalui UNCLOS 1982. Jokowi menolak Nine-Dash Line melalui nota diplomatik (2020).
- ASEAN: Negosiasi COC berjalan lambat, dengan kemajuan terbatas pada 2024. ASEAN juga memperkuat CUES (Code for Unplanned Encounters at Sea) untuk mencegah insiden.
- Kerjasama Regional: Indonesia menginisiasi latihan ASEAN Solidarity Exercise di Natuna (2023), menunjukkan solidaritas tanpa melibatkan China.
Strategi Indonesia ke Depan
- Diplomasi Aktif: Mendorong COC yang mengikat secara hukum dan memperkuat peran ASEAN sebagai mediator netral.
- Keamanan Maritim: Investasi dalam kapal patroli, radar, dan drone untuk Natuna, serta latihan multilateral dengan sekutu seperti Australia.
- Diversifikasi Ekonomi: Mengurangi ketergantungan pada perdagangan LCS dengan memperluas pasar ke Timur Tengah dan Afrika (ekspor non-tradisional naik 7% pada 2024).
- Peningkatan Kapasitas: Pelatihan diplomat dan perwira TNI dengan kemampuan Mandarin untuk memahami strategi China.
Kekuatan militer China di Asia Tenggara adalah pedang bermata dua: defensif untuk melindungi kepentingan nasional China, tetapi dianggap ancaman oleh ASEAN karena klaim LCS dan militerisasi. Bagi Indonesia, dampaknya meliputi ancaman kedaulatan Natuna, risiko ekonomi, dan tantangan stabilitas. Dengan diplomasi UNCLOS, keamanan maritim, dan peran ASEAN, Indonesia dapat mengelola dampak ini.
Kenapa Harus Belajar di Panda Mandarin Education?
Untuk memahami kekuatan militer China dan dinamika Asia Tenggara, serta memanfaatkan peluang global, kemampuan Mandarin adalah kunci. Panda Mandarin Education menawarkan les interaktif untuk menguasai bahasa dan budaya Tiongkok, sekaligus mendukung aplikasi beasiswa di 100+ universitas top Tiongkok!
Kami menawarkan berbagai program:
- Les Mandarin Jakarta Barat
- Les Mandarin Kelapa Gading
- Les Mandarin online & offline
- Les Mandarin home private
Kami juga mendukung Anda dalam:
- Pengurusan berkas
- Konsultasi jurusan
- Pengajuan visa pelajar
Dengan pengalaman mendampingi pelajar internasional, kami menjamin bimbingan terbaik untuk kesuksesan Anda.
📞 Hubungi Alfi via WhatsApp di 0897 8272 300 untuk info lebih lanjut.
Selamat belajar, dan jelajahi peluang global bersama Panda Mandarin Education! 🐼✨